Minggu, 02 Agustus 2009

Opini

“Rethinking” 20% Anggaran Pendidikan”

Oleh: Juma’ Darmaputra*

Sinyal terang anggaran pendidikan nasional telah diberikan pemerintah melalui pidato kenegaraannya (15/08/2008) tentang optimalisasi anggaran pendidikan nasional sebesar 20% dari pendapatan negara dan anggaran pendapatan daerah. Kabar ini akan sangat memberikan angin segar bagi masa depan pendidikan nasional Indonesia yang sampai saat masih mencari bentuk dan formasi yang benar dan sesuai dengan kontekssosio-kultural bangsa.

Tentunya, kabar ini patut mendapatkan apresiasi yang cukup serius dari masyarakat. Karena selama ini para akademis, intlektual, para praktisi pendidikan dan mayarakat secara umum sangat mempersoalkan minimnya anggaran pendidikan. Anggaran pendidikan yang diamanatkan oleh UUD 20%, ternyata tidak bisa terealisasi dengan baik. Padahal sudah jelas dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945 bahwa “negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan pendidikan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.

Optimalisasi anggaran pendidikan sebesar 20% merupakan langkah pemerintah dalam memenuhi amanat konstitusi. Walaupun dana terbatas namun demi kemajuan sebuah bangsa hal itu bukan apa-apa, karena sampai saat ini tercatat bahwa dana pendidikan telah melonjak naik 154,2 triliun dari dua tahun sebelumnya yang hanya sebesar 78,5 triliun. Tambahan anggaran pendidikan yang akan dialokasikan tahun depan sebesar 46,1 triliun. Jika anggaran dari 20% dari total belanja negara tahun depan mencapai Rp 1.122,2 triliun atau sebesar Rp 178,9 triliun, maka dengan adanya tambahan dana sebesar 46,1 triliun akan menjadi Rp 224 triliun. (Kompas 16/08/2008).

Jumlah anggaran pendidikan itu sudah termasuk alokasi dana di Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan Dana Alokasi Umum (DAU) pendidikan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan dan Dana Bagi Hasil pendidikan serta dana otonomi khusus (Otsus) pendidikan.(Kompas16/08/2008).

Alokasi anggaran dana pendidikan sebesar 20% akan dijadikan modal untuk merehabilitasi ratusan gedung sekolah yang rusak, membangun puluhan ribu kelas dan ribuan sekolah baru, peningkatan mutu dan fasilitas sekolah, perbaikan kesejahteraan guru, dosen, dan peneliti serta beasiswa dan lain sebagainya. Peningakatan penghasilan dosen dan guru akan meningkat naik mencapai 1,855 juta atau dua kali lipat lebih besar lagi dari penghasilan guru atau dosen yang sebelumnya hanya sebesar 842.600 perbulan.

Kebijakan pemerintah mengenai optimalisasi anggaran pendidikan sebesar 20% sangat bagus dan apreciate sekali. Kebijakan itu patut kita ajuakan jempol dan syukuri, tetapi dengan penanganan yang akuntabel, transparan, proporsional, profesional dan bertanggung jawab. Karena dalam hal ini, pemerintah telah berusaha menjadi pemimpin yang baik dan peduli terhadap nasib dunia pendidikan bangsa. Namun, kita harus memikirkan ulang konsekwensi dari itu semua. Jangan-jangan kebijakan itu justru menimbulkan masalah yang lebih besar lagi.

Karena, kalau sampai kita mengabaikan kemungkinan yang akan terjadi, adanya praktek korupsi dana pendidikan akan semakin subur terjadi. Selama ini politisasi dana pendidikan dan korupsi dana pendidikan merupakan hal yang lumrah dan biasa terjadi. Sehingga kehati-hatian dalam mengelola prosedur dan penyalurannya harus tepat sasaran dan tepat guna, jangan sampai dan sebesar 20% terbuang sia-sia dimakan tikus-tikus/ koruptor pendidikan.

Mental korupsi dalam dunia pendidikan menunjukkan posisi yang cukup serius, yaitu dengan menempati urutan kedua setelah Departemen Agama. Ia adalah sebuah anomali. Mana mungkin pendidikan Indonesia bisa berkembang dan maju kalau metal dan watak korupsi di parlemen telah merasuk dan menelikung dunia pendidikan. Alih-alih meningkatkan mutu SDM, tetapi praktek penyalahgunaan dana itu semakin besar.

Maka, dalam konteks ini kita harus berhati-hati terhadap segala bentuk kapitalisasi pendidikan atau perdagangan pendidikan. Karena saat ini dana sebesar itu merupakan lahan empuk untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, bagi mereka yang memiliki mental korupsi dan -dalam bahasanya Darmaningtyas-project oriented. Mengingat bahwa indoensia saat ini telah dihuni para koruptor kelas kakap (white collar crime).

Dimana-mana kita akan menemui praktek korupsi, mulai dari dana pendidikan, dana sosial, keagamaan dan lain sebagainya telah ditikam dengan praktek korupsi sang koruptor. Hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) memberikan penjelasan bahwa rendahnya tingkat kemempuan mengelola anggaran pemerintah telah meningkatkan tingkat kebocoran dan inefisiensi dana pendidikan yang tinggi. Kebocoran dan inefisiensi dana itu telah terjadi di semua lapisan atau strata sekolah, mulai SD, SMP sampai PT. Menurut Darmaningtyas bahwa anggaran pendidikan yang tingi hanya memiliki makna bagi upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Bila seluruh dana itu terserab untuk pengembangan pendidikan secara efektif dan efisien, maka praktek korupsi, kolusi dan nepotisme tidak akan terlalu banyak terjadi, dengan adanya kontrol dan fungsionalisasi sudah ada serta kematangan konsep.

Anggaran pendidikan itu akan sangat menentukan arah kemajuan pendidikan kita, selama konsep, tujuan, kontrol dana pendidikan bisa dijalankan dengan baik. Adanya praktek korupsi, kapitalisasi pendidikan dan adanya project oriented bisa dianulir dan diberantas. Mutu SDM Indonesia tidak akan pernah membaik selama penyelenggaraan pendidikan juga kacau.

Pendidikan Indonesia tidak akan mengalami perubahan yang signifikan kalau tingkat korupsi dana pendidikan masih tinggi. Padahal harapan semua bangsa adalah dari pendidikan yang baik. Pendidikan akan sangat menentukan tingkat mutu sumber daya manusia. Karena pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Pendidikan akan mampu merubah tatanan dan peradaban bangsa menjadi lebih baik dan bermutu. Benar, apa yang dikatakan Darmaningtyas (2005) bahwa pendidikan merupakan “aset” bangsa yang paling berharga. Anggaran pendidikan merupakan jalan menuju arah pendidikan yang baik. Pendidikan yang baik adalah mesin pencetak generasi gemilang. Perbaiki pendidikan, perbaiki kualitas SDM bangsa.

* Alumnus SMA Pesantren Al-In’am, kini melanjutkan studi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar